Ilustrasi judi online

[Cerpen] Kakek Petir

Aku ditolak oleh mantan ibu mertuaku. Aku hanya sekadar menitipkan anakku, cucunya sendiri. Alasanku, karena aku harus mengikuti wawancara sebuah perusahaan, demi mencari sekadar penghidupan.

“Kalian sudah bercerai, jadi bawa anakmu jauh-jauh dari rumah ini,” ucapnya dengan ketus.

“Tapi, ibu, aku harus wawancara hari ini. Kalau ditaruh di rumah, tidak ada yang mengawasinya.”

“Pokoknya tidak boleh! Kau dan anakku sudah bercerai, dan ia bukan lagi cucuku!”

Aku tak ada pilihan. Aku meninggalkan rumah tersebut, rumah yang selama ini memberikanku kehangatan. Aku terpaksa membawa anakku ikut wawancara kerja di perusahaan itu.

Perkenalkan, aku Anisa. Aku seorang ibu muda dengan paras yang seumumnya seorang wanita yang baru menikah beberapa tahun. Aku telah bercerai dengan suamiku. Aku terpaksa menceraikannya, karena ia telah meninggalkan tanggung jawabnya sebagai seorang suami. Beginilah kisahku.

***

Pagi itu, sekitar awal 2020. Pandemi sedang berkecamuk di seluruh dunia, termasuk Indonesia negeriku. Kondisi perekonomian keluargaku sedang sedikit turun.

Suamiku, sebagai seorang pekerja serabutan, hidup dari penghasilan harian. Penghasilan tersebut, ditambah dengan penghasilanku sebagai buruh cuci, menghidupi keluarga kecilku. Tidak besar, hanya aku, suamiku, dan seorang anak yang masih sangat kecil.

Namun, semua berubah ketika suamiku menemukan iklan judi slot. Berawal dari ajakan temannya sesama pekerja serabutan, ia tergoda akan rayaun cuan yang dihasilkan tombol spin.

Pada awalnya, uang taruhan Rp50.000 berhasil berubah menjadi Rp1.000.000 hanya dalam waktu 10 menit saja. Lama-kelamaan, uang tersebut lenyap tak tersisa, kalah dalam meja taruhan sang Kakek Petir.

Alih-alih berhenti, suamiku mempertaruhkan seluruh harta di rumah demi tombol spin. Televisi, motor, hingga perhiasan pernikahan kami lenyap di layar judian. Harta sudah habis, tetapi ia masih tetap bertaruh di Kakek Petir.

Baca Juga  [Kisah] Warung

Aku dan suamiku bertengkar hebat beberapa kali, karena kecanduan judi yang ia derita sudah semakin larut. Akhirnya, pada suatu malam di tahun 2022, ia meninggalkan keluarga. Ia kabur dari rumah, hanya membawa badan dan sedikit pakaiannya. Ke mana rimbanya sekarang, aku tidak pernah mengetahuinya.

Aku putuskan untuk mengurus perceraian kami. Tak butuh waktu lama, kami resmi bercerai. Sedikit lega, karena aku akhirnya terbebas dari beban sang penjudi berwujud mantan suamiku. Namun, aku harus gali lubang tutup lubang, menanggung semua utang yang ia tinggalkan karena kalah melawan kendali para bandar Kakek Petir.

***

Hidup di kota besar memang sulit. Hidup menjadi semakin sulit jika harus menanggung utang hasil judian yang ditinggalkan keluargamu. Meski begitu, aku harus tetap hidup, demi diriku dan anakku yang kini telah berusia empat tahun.

Apakah aku akan bertahan? Aku tidak tahu pasti. Namun satu hal, aku mesti bertahan. Besar harapanku bahwa anakku kelak akan meninggikan derajatku. Besar harapan juga, anakku akan membantuku bangkit dari segala keterpurukan ini.

Segala doa aku curahkan kepada Tuhan, agar anakku kelak menjadi orang, menjadi insan yang berguna. Aku tak ingin ia berakhir seperti ayahnya, yang kini kabur meninggalkan segala tanggung jawab sebagai seorang pengecut. Aku ingin ia menjadi seorang yang berjasa bagi sesamanya, dan jauh-jauh dari segala tipu daya permainan dadu dan tombol spin itu.

***

Teruntuk anakku,

Jika kamu membaca kisah ini, aku berharap kamu sudah menjadi seorang manusia yang berguna bagi diri dan sesamamu. Jika belum, aku berharap pula kamu sedang merintis jalan menjadi seorang yang demikian.

Aku tidak bisa meninggalkan banyak hal kepadamu. Ayahmu tidak memberikanmu banyak. Ia meninggalkanmu di usia muda, hanya karena terlena dengan godaan sang bandar Kakek Petir. Ia meninggalkan seluruh tanggung jawabnya untuk mengasuhmu, mendidikmu, dan mengajarimu banyak hal.

Kondisiku sekarang baik-baik saja, bekerja segiat mungkin di negara orang demi memenuhi kebutuhanmu. Hanya itu yang bisa aku berikan kepadamu. Gunakan itu sebaik mungkin, demi segala keperluanmu belajar dan mengenyam pendidikan.

Aku tahu, aku juga meninggalkanmu di usia muda. Namun, aku bukan ayahmu, yang meninggalkan kewajibannya seenak hati. Aku tetap memenuhi kebutuhanmu, karena aku tahu, kamu akan menjadi orang yang kelak membawa perubahan bagi dirimu, keluargamu, dan sesamamu.

Aku hanya bisa terus berdoa, agar kamu menjadi lelaki yang berguna bagi kehidupan ini. Ingat selalu pesanku, untuk menjauhkan diri dari segala godaan permainan yang mengundang taruhan uang. Itu hanya tipu muslihat semata, tidak akan memberikanmu kemenangan yang kamu idam-idamkan.

Ibumu,

Anisa

Hari Guru

[Surat] Teruntuk Guru Terkasih

Enggal Nirwana Sejati

Enggal Nirwana Sejati dan Tiga Senjata Fauzan Wibowo Menipu Pionir Pi Network

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tag

Komentar Terbaru