Pi Network

[Cerpen] Halusinasi Pi Network

Pukul 10.00 ia baru bangun. Tidak seperti para pekerja pada umumnya, yang bangun pagi-pagi buta, Yanto memilih untuk bangun lebih siang. Ia menggaruk-garuk badannya yang gempal itu, merengangkan seluruh badannya yang masih lengket dengan kasur. Ia masih berusaha mengembalikan jiwa yang masih terbang di alam mimpi.

Yanto tidak bekerja formal. Ia sudah dua tahun menganggur. Meski begitu, ia selalu mencoba berbagai peluang bisnis yang beredar di dunia maya. Dari bisnis-bisnis tersebut, Yanto bisa menghidupi dirinya yang dianggap pemalas oleh seluruh keluarga besarnya itu.

Seketika Yanto bergegas mengambil gawai. Ia lupa, kalau hari ini adalah hari terakhir baginya untuk menambang aset kripto Pi Network. “Jangan sampai lupa, karena hari ini akan rilis harga tinggi,” ucapnya.

Ia membuka aplikasi Pi Network, dan langsung menekan tombol petir. Iklan muncul, dan ia tonton. Tak apa bagi seorang Yanto, karena memang ia sudah terbiasa menonton iklan sejak mengikuti aplikasi VTube besutan Jack Goay.

“Kali ini iklan pembesar penis lagi. Tak apa, buat Joni-ku yang bentuknya cilik ini, hahaha,” ucapnya dengan keras.

Setelah menonton iklan, aplikasi penambangan kripto Pi Network segera berjalan otomatis. Hanya butuh tiga puluh detik saja, Yanto sudah selesai melakukan satu-satunya pekerjaan yang bisa ia banggakan dalam hidupnya.

***

Pi Network telah menjadi salah satu aplikasi yang digandrungi masyarakat Indonesia saat ini. Mereka, yang umumnya generasi tua yang ingin kaya dari aset kripto, aktif menambangnya. Harapan mereka dari koin Pi Network ini hanya satu: jadi kaya raya dan memenuhi segala kebutuhannya.

Selain menambang, mereka juga aktif menciptakan komunitas dan perusahaan. Dengan iming-iming akan menjadi sultan, mereka bergabung dalam komunitas tersebut, melakukan kopi darat (kopdar) dan barter barang-barang kebutuhan pokok.

Baca Juga  [Cerpen] Kakek Petir

Yanto juga berpikiran serupa tentang Pi Network. Motivasinya bergabung dengan proyek kripto ini, adalah ia telah bosan menganggur, tak mendapatkan pekerjaan formal di pabrik atau kantor. Ia juga lelah mengirimkan lamaran ke sana-kemari, yang hanya berbalas ghosting dari HRD.

“Aku berharap dari Pi Network ini, aku bisa jadi sultan,” kata Yanto dengan bangga.

Yanto bergegas mandi. Tak lupa, ditambah gosok gigi dan keramas. Hari ini adalah hari spesial bagi Yanto, jadi ia harus tampil necis sepanjang hari.

Hari apakah itu? Tidak lain adalah hari open network Pi Network. Setelah diumumkan oleh Nicolas Kokkalis, sang pemilik proyek ini, bahwa open network terjadi hari ini, Yanto tidak sabar menunggu dirinya menjadi seorang sultan.

“Semoga nilai Pi nanti bisa GCV …,” ucapnya sembari keramas.

GCV, atau Global Consensus Value, merupakan impian seluruh penambang Pi Network. Digemakan oleh Doris Yin, seorang akuntan asal Kanada, ia telah meracuni pikiran para pionir, penambang Pi Network, akan janji-janji angin surga. Melalui tangan para duta besar yang berada di banyak negara, Doris siap menyebarkan sabda sudi GCV kepada seluruh pionir di dunia ini.

Yanto juga salah satu penggemar setia Doris Yin. Janji-janji akan kekayaan instan dan mudah membius benak seorang Yanto. Doris pula yang mendorong Yanto untuk mempertahankan aset kripto miliknya dari tangan penyerok, orang yang berusaha mengumpulkan koin Pi di pasar gelap, istilah bagi transaksi koin non-GCV.

Selesai mandi, Yanto segara mengambil pakaian. Kali ini, ia menggunakan pakaian serba ungu, agar sesuai dengan warna khas Pi Network. Ia ingin tampil keki hari ini, dan memang itu tujuan akhirnya. Setidaknya, hari ini adalah hari pembalasan baginya, setelah dihina oleh banyak orang karena dianggap mengidap halusinasi Pi Network.

Dengan motor butut satu-satunya harta bagi Yanto, ia segera bergegas menuju sebuah kafe, markas para pionir Pi Network. Ia akan membuang motor tersebut, setelah ia mendapatkan ratusan miliar rupiah dari Pi Network ketika open network nanti. Ia akan segera menggantinya dengan McLaren, seperti idolanya yang lain, Timothy Ronald.

Baca Juga  [Cerpen] VTube

***

Kafe Pionir kini penuh sesak. Banyak penambang Pi Network menantikan pengumuman lebih lanjut dari Nicolas. Mereka memenuhi kafe tersebut layaknya timnas Indonesia sedang berlaga melawan negara lain.

Yanto segera memarkirkan kendaraannya, dan menuju sahabatnya, Prasetyo. Prasetyo sendiri juga seorang pionir, meski tidak mengidap halusinasi Pi Network seperti Yanto. Ia berada di kafe tersebut hanya ingin melihat atmosfer para pionir yang menantikan open network.

“Sudah dari tadi?” tanya Yanto.

“Sudah. Sana, pesan minum dulu.”

Bayarin, ya? Kau tahu kan, aku tak ada uang sama sekali.”

“Yanto, Yanto, masa harus menunggu open network dulu, baru bisa punya uang?”

Yanto memesan sebuah kopi cappucino. Tumben bagi seorang Yanto untuk memesan kopi. Biasanya, ia hanya memesan air putih, lengkap dengan es batu. Hari ini adalah hari spesial bagi Yanto, jangan lupa.

Gimana, sudah ada kabar tentang open network?” tanya Yanto sembari nyeruput kopi yang ia pesan.

“Sebentar lagi.”

“Jadi, apa kita akan jadi sultan dari Pi Network ini?”

“Entah. Jangan berharap banyak soal itu.”

“Kita harus berharap banyak, Prasetyo! Harapan membuat kita eksis sebagai seorang manusia di dunia ini!”

“Tapi harapanmu sudah terlalu toxic bagi dirimu sendiri. Lihat dirimu, hanya bergantung dari Pi Network, terjebak pesan-pesan Doris Yin, dan bahkan memerangi siapa pun yang mengatakan Pi Network itu tidak akan GCV. Apa itu tidak terlalu berlebihan?”

“Tidak, selama GCV sudah menang, seperti yang dideklarasikan Doris Yin pada 28 Juni lalu!”

Pengumuman dari Nicolas akhirnya terbit. Pi Network ternyata akan listing di bursa kripto dengan harga US$3,14, bukan US$314.159 atau GCV. Seluruh pionir di kafe tersebut kecewa parah, termasuk Yanto yang memuntahkan kopinya.

Baca Juga  [Cerpen] Surat

Lho, kok US$3,14?! Harusnya US$314.159! Gimana ini, Prasetyo?”

“Jangan tanya aku! Aku sendiri tidak berharap banyak dari Pi Network ini. Aku hanya sekadar nambang, dan menemanimu di kafe ini.”

Lah, kalau begitu, batal dong niatku buat beli McLaren?”

“Kau juga, Yanto, terlalu terjebak dalam halusinasi Pi Network. Sudah aku ingatkan dari dulu, bahwa selalu dengarkan pesan moderator resmi di grup chat. Kau malah percaya dengan Doris Yin dan kawan-kawannya yang menyesatkan itu!”

“Terus, aku sekarang harus gimana? Aku sudah telanjur bilang ke keluarga besar, kalau aku akan belikan mereka seluruh barang yang mereka inginkan hari ini, hari ketika aku menjadi seorang sultan berkat Pi Network.”

“Buat itu, itu urusanmu sendiri, Yanto.”

Yanto tidak menghabiskan kopi yang ia pesan. Ia memilih untuk menitipkan beberapa uang rupiah kepada Prasetyo, satu-satunya uang yang ia miliki, untuk membayar kopi tersebut.

Dengan wajah lesu, Yanto memilih untuk pulang ke rumah. Di perjalanan, lamunannya untuk menjadi seorang sultan harus kandas. Cita-cita untuk membuat keluarganya sejahtera juga ikut lepas. Satu-satunya yang punya saat ini, adalah koin Pi yang harganya hanya sekitar US$3.14 per keping saja.

Ia tidak menyalahkan siapa-siapa. Ini bukan salah Doris Yin. Ini murni kesalahannya, yang terlalu terlena dengan berita menyesatkan soal Pi Network, membuatnya menjadi seorang pengidap halusinasi Pi Network.

TTBB

Riwayat Singkat Teman-teman Bulu Burung

Mulia-PAS

Berusaha Melawan Arus, Tapi Gagal: Menilik Wacana Ke-bali-an melalui Kampanye Mulia-PAS

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tag

Komentar Terbaru