Dua mobil yang terbakar akibat kerusuhan Bali 1999

[Kisah] Menjadi Saksi Kerusuhan Bali

Masa taman kanak-kanak adalah memori samar-samar. Aku tidak bisa mengingatnya dengan pasti, karena tertutup oleh kabut memori yang begitu pekat. Namun, ada beberapa peristiwa yang berhasil aku ingat betul, dan terekam hingga hari ini.

Hari itu, sekitar Oktober 1999, aku seperti biasa merengek minta ikut ke pasar kepada orang tuaku. Mereka, yang kasihan melihatku menangis berharap-harap, memboyongku ke pasar. Mereka berpikir, dengan mengajakku ke pasar, aku akan diam dan tenang kembali, tidak mengamuk di rumah.

Ayahku menaikanku ke atas motor, bonceng depan. Aku berjalan di jalanan Denpasar yang terlihat lebih sepi daripada biasanya. Di mana orang-orang saat itu, aku tidak begitu ingat.

Sampai di pasar, seperti biasa, aku mengamati orang tuaku berdagang di sebuah warung kecil. Warung tersebut masih eksis hingga kini, meski hanya menyisakan memori pahit COVID-19.

Mengapa tidak, kondisi warung saat ini semakin menyusut. Tidak ada barang-barang lagi di warung tersebut, karena modal sudah semakin menipis. Untuk menyiasati, orang tuaku harus melut (mengupas) bawang merah, serta menjadi sarathi (tukang banten atau menerima pesanan jejahitan), sekadar untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Selama seharian aku berada di pasar, aku bermain-main seperti biasa, mengamati orang tuaku dan bercengkrama dengan mainanku. Tidak ada hal yang lebih menyenangkan di hatiku saat itu, selain melihat orang tuaku bekerja.

Namun, sebuah berita mengejutkan muncul pada sore itu. Denpasar mengalami kerusuhan. Karena Megawati Soekarnoputri gagal menjadi presiden (ia ditikung oleh Abdurrahman Wahid), masyarakat Bali murka. Mereka turun ke jalan, merusak fasilitas umum.

Pohon-pohon perindang di seluruh jalan di Denpasar ditebangi. Mereka rubuh menutupi jalan, silih berganti. Kendaraan tidak dapat bergerak dengan bebas. Telepon umum, yang biasa digunakan masyarakat untuk berkomunikasi jarak jauh, juga dirusak massa yang murka. Tidak ada fasilitas umum yang selamat dari amukan massa.

Baca Juga  [Kisah] Warung

Ketika akan pulang ke rumah, orang tuaku sudah mewanti-wanti kondisi Denpasar yang serba-menyala. Kami pulang dari pasar dengan hati-hati, berharap selamat sampai tujuan.

Sepanjang perjalanan, aku melihat pohon perindang jalan berubuhan. Mereka dengan santai tidur di atas aspal jalan, ditebang oleh massa Denpasar yang kecewa atas gagalnya Megawati menjadi presiden. Kami berjalan pelan-pelan, mengendarai Vespa biru yang setia menemani keluargaku saat itu.

Bergerak dari pasar menuju rumah adalah tantangan besar saat itu. Pohon perindang benar-benar menutupi jalan, membuat kami kesulitan bergerak pulang. Kami terkadang harus zig-zag ketika berkendara, karena pohon benar-benar memblokir akses jalan, hanya menyisatkan sedikit ruang.

Namun, kami berhasil pulang dengan selamat. Orang tuaku memutuskan untuk memarkir kendaraan di Puskesmas I Denpasar Timur, tidak jauh dari rumah. Kami berjalan menuju rumah, berharap tidak dicegat oleh massa.

Puji Tuhan, kami tiba dengan selamat di rumah kecil kami. Kami tidak mengalami satu malapetaka apa pun ketika kerusuhan terjadi.

Namun, karena kejadian tersebut, aku tidak dapat pergi ke pasar dan sekolah selama beberapa hari. Denpasar benar-benar lumpuh total. Petugas keamanan turun ke jalan, menenangkan massa. Juga, mereka membersihkan pohon perindang yang telah ditebangi, yang menghalangi jalanan Denpasar. Memori tersebut, selain mengingatkanku akan masa kecilku, juga menjadi kenangan akan kondisi Bali yang saat itu penuh dengan gejolak. Kerusuhan 1999 menjadi awal konflik antara Bali dengan sesama Bali, yang kini membekas menjadi stigma etnosentrisme dan primordialisme yang mengakar kuat.

Ema Skye

Selamat Datang, Ruang Fiksi~

Oversimplified

Konten Sejarah di Ruang Publik Indonesia: Sebuah Catatan Awal

2 thoughts on “[Kisah] Menjadi Saksi Kerusuhan Bali

  1. Ini dulu dengar dari tour guide waktu piknik masih SMA. Ada kantor kecamatan dibakar massa terus dipindahkan ke tempat lain yang ada di dekat hotel kami menginap, namanya hotel Bali Made, di Badung

    1. Hampir semua kantor pemerintahan dibakar kala itu. Lapangan Denpasar, yang sekarang jadi tempat olahraga, dulunya adalah gedung2 pemerintahan. Tahun 1999 (atau 2000, saya lupa), massa membakar gedung tersebut hingga hangus terbakar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tag

Komentar Terbaru