Dalam temu ringan yang diadakan pada Sabtu 8 Agustus [2021] lalu, seorang peserta, Aditya Permana, mengungkapkan sebuah hal yang menarik untuk disimak. Ia mengatakan bahwa penyajian sejarah yang dibahas, didiskusikan, dan dimuat dalam Bikini Bottom Studieclub [yang diarsipkan di situs ini] setidak-tidaknya dapat menempatkan pembahasan mereka pada ruang masa kini. Mengutip Aditya, apa yang ditampilkan adalah sejarah yang “sesuai dengan realita masa sekarang.”
Saya, yang kebetulan seorang lulusan sejarah, dan beberapa rekan yang bergabung dan berasal dari ruang sejarah akademik, tertarik mendengar komentar Aditya. Bagi saya, komentarnya membangkitkan kembali pertanyaan dasar ketika saya mempelajari sejarah sejak sekolah hingga saat ini: “bagaimana penyajian sejarah di Indonesia saat ini?” Apakah sejarah yang sering kita baca dan nikmati hingga saat ini masih terjebak dalam bingkai masa lalu untuk masa lalu.
Dalam Kuliah Sejarah pada akhir Juli lalu, saya mengatakan bahwa sejarah adalah ilmu tentang masa lalu. Ini berarti bahwa masa lalu adalah sebuah hal yang dimaknai dengan perspektif masa kini. Masa lalu tidak menjadi sebuah kronik, tetapi, dalam pengertian Benedetto Croce, sebagai sebuah sejarah kontemporer, sejarah yang dapat hidup dalam ruang kekinian.
Selama saya menulis untuk Historical Meaning selama lebih kurang tiga bulan [April-Juni 2021], pengalaman yang saya rasakan saat itu adalah mereka masih menyajikan sejarah sebagai masa lalu untuk masa lalu. Sejarah masih belum tampil sebagai masa kini, tetapi masih berpusat menceritakan apa yang lampau. Alasan tersebut, ditambah kekecewaan lain, membuat saya mengundurkan diri, dan merintis Studieclub.
Kembali ke masalah penyajian sejarah, sejarah yang tidak aktual dengan masa kini adalah hal krusial saat ini. Namun, saya perlu menyampaikan apresiasi kepada beberapa kelompok yang masih menulis sejarah secara kritis dan sesuai dengan konsep kekinian. Hanya saja, yang harus disadari, konten sejarah yang lebih banyak beredar di internet masih sebatas masa lalu untuk masa lalu semata. Ini tentu tidak membantu banyak untuk mengembangkan kemampuan kritis dan historis masyarakat.
Lalu, bagaimana cara menyajikan sejarah agar bisa tampil lebih aktual? Cara yang biasa dilakukan untuk ini adalah dengan menggunakan metode penelitian sejarah dan dasar-dasar kesejarahan secara matang. Dengan berbekal dua kemampuan ini, tulisan sejarah yang akan kita sajikan akan menjadi lebih objektif, populer, sekaligus kekinian. Kedua kemampuan tersebut, yang perlu dikuasai sejarawan, mahasiswa sejarah, atau mereka yang aktif memproduksi konten-konten kesejarahan.
