Selama Juli-Agustus 2021, selain mengurusi Bikini Bottom Studieclub, saya membantu Indra Nanda Awalludin mengurus halaman sejarah yang ia dirikan. Halaman tersebut, bagi yang belum familiar, bernama Sejarah Indonesia & Dunia [sekarang halaman tersebut mati suri]. Bagi Anda yang telah familiar dengan gaya bahasa Teman-teman Bulu Burung (TTBB) atau Studieclub, halaman Sejarah Indonesia & Dunia mungkin akan terlihat asing.
Berbeda dengan Studieclub yang didominasi penggemar dunia meme, SpongeBob dan berusia rata-rata 18 hingga 24 tahun (kita sebut saja sebagai young adult), pembaca Sejarah Indonesia & Dunia adalah mereka yang berusia 35 tahun ke atas. Bisa dikatakan, mereka adalah generasi tua. Bagi kita yang muda, mungkin akan menyebut mereka sebagai baby boomer.
Menulis dan menyajikan konten sejarah kepada generasi tua, bisa dikatakan, merupakan tantangan bagi saya. Dibandingkan dengan para pembaca Studieclub atau TTBB, yang masih bisa kritis ketika memberikan feedback atas tulisan-tulisan yang diterbitkan, para pembaca Sejarah Indonesia & Dunia tidak begitu kritis. Malah, beberapa komentar yang saya dapatkan dari postingan di halaman tersebut tidak begitu nyambung dengan apa yang diterbitkan. Mau tidak mau, saya perlu pintar-pintar untuk membalas komentar mereka.
Meski terkesan tidak begitu baik, generasi tua adalah kelompok generasi yang aktif dan sangat menikmati tulisan-tulisan sejarah. Mereka banyak melibatkan diri, baik dalam menerbitkan postingan dan berkomentar dalam berbagai grup diskusi sejarah yang bertebaran di Facebook ini. Dibandingkan para sejarahson yang hanya berfokus pada narasi-narasi besar, generasi tua memiliki pandangan sejarah yang lebih variatif.
Hanya saja, minat generasi tua akan sejarah masih sangat romantis. Mereka melihat sejarah bukan sebagai sarana untuk belajar (dan tentu bukan sebagai sarana untuk tampil edgy seperti para sejarahson), tetapi hanya untuk menikmati memori masa lalu. Mereka mencerna sejarah sebagai sesuatu yang dapat memantik nostalgia, membawa mereka seolah-olah kembali ke masa lalu yang mereka lihat.
Mereka merasakan kegembiraan, kesedihan, hingga perasaan marah dari masa lalu yang mereka nikmati melalui konten-konten yang ada. Kondisi seperti ini, kemampuan kritis mereka dalam melihat dan membaca sebuah konten sejarah sangatlah minimal.
Tentu, ada yang bisa diajak untuk berpikir kritis. Namun jumlah mereka tidak begitu banyak. Selebihnya, seperti seorang komentar yang marah-marah ketika Sejarah Indonesia & Dunia menerbitkan postingan, banyak sekali beredar. Kemarahannya karena ia tidak terima Belanda tidak ditempatkan sebagai orang jahat dalam historiografi Indonesia, dan saya mengabaikan banyak pribumi yang mati karena penjajah, contoh nyata sikap tidak kritis sebagian besar generasi tua ketika melihat sejarah.
Menulis sejarah bagi generasi tua masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Ini berlaku bagi mereka yang amatir, profesional, atau mereka yang berada di garis antara. Tuntutan yang paling utama dari hal ini, adalah selain untuk mengajak mereka untuk lebih kritis dalam melihat sejarah, adalah mengajak mereka untuk keluar dari bingkai romantisisme dalam memahami sejarah.

One thought on “Menyajikan Sejarah untuk Generasi Tua”