Sejarah

Apa yang Dimaksud dengan Sejarah?

Semua sejarah adalah sejarah kontemporer.

Benedetto Croce

Begitulah kira-kira Croce berpendapat mengenai sejarah dalam karyanya yang berjudul Theory & History of Historiography. Bagi mereka yang membaca sekilas dua kutipan di atas, mungkin akan sedikit bingung, apa yang dimaksudkan oleh Croce mengenai sejarah.

Apa yang dimaksud dengan “kontemporer” oleh Croce”. Untuk menyelami makna dari kutipan tersebut, alangkah baiknya kita melihat perjalanan sejarah sebagai sebuah cabang pemikiran hingga menjadi sebuah ilmu yang saintifik dan memiliki metode.

Sebelum kemunculan Histories dan Peloponnesian War, masing-masing karya Herodotus dan Thucydides, “sejarah” dalam arti masyarakat Yunani klasik adalah epos dan kronik. Dalam hal ini, epos dan kronik yang dimaksud adalah kisah-kisah yang ditulis oleh Homer (Iliad dan Odyssey) serta kisah para raja dan orang suci. seperti yang banyak dicatat oleh wilayah-wilayah kerajaan di Asia Minor.

Epos dan kronik pada masa itu lebih menekankan dua hal, yakni 1) penekanan pada kisah-kisah mitologi, dalam hal ini hubungan antara dewa-dewi dengan manusia, serta 2) catatan para tokoh besar, seperti raja atau bangsawan dan para orang suci, serta tokoh yang berpengaruh. Tulisan Herodotus dan Thucydides memberikan pemaknaan baru terhadap sejarah, yakni tidak melulu terkait dengan dua poin sebelumnya, tetapi lebih menekankan kisah kehidupan masyarakat, alam, dan mengenai perang.

Baru pada akhir abad ke-19, sejarah mulai diperlakukan sebagai sebuah cabang ilmu. Dimulai dari revolusi mengenai ilmu pengetahuan oleh kelompok positivis Prancis, seperti Auguste Comte dan Saint-Simon, kemudian disusul oleh kelompok empiris-romantis Jerman, seperti Herder dan Ranke, sejarah mulai diajak untuk menemukan pola-pola umum.

Diharapkan, sejarah dapat menghasilkan sebuah “hukum” yang berlaku pada semua masyarakat dalam semua wilayah. Usaha kelompok empiris digemakan kembali oleh Carl Hempel, dengan menulis sebuah tulisan klasik yang mencoba mengajak sejarah untuk menggunakan hukum-hukum dalam ilmu alam.

Baca Juga  Penyajian Sejarah Indonesia dalam Budaya Populer: Sebuah Tantangan

Pada awal abad ke-20, pandangan empiris seperti ini ditolak oleh kelompok “idealis”. Mengutip W.H. Walsh, sejarah adalah ilmu yang tidak dapat menghasilkan sebuah hukum, dan merupakan ilmu yang spesifik. Dikatakan, sejarah adalah hal yang mempelajari masyarakat dalam waktu dan tempat yang khusus. Karena kondisi ini berbeda antara wilayah satu dengan wilayah lain, serta dengan waktu satu dengan waktu lain, hukum tidak dapat tercipta.

Lalu, apa yang dimaksud dengan sejarah? Kuntowijoyo mengatakan bahwa sejarah, sebagai sebuah bagian dari ilmu pengetahuan, adalah ilmu yang mempelajari tentang interpretasi masa lalu. Kata masa lalu sepertinya menjadi penekanan pada penjelasan yang diberikan Kuntowijoyo, dan bisa saya katakan, ini adalah penekanan yang sesuai.

Hanya saja, bagi saya, penekanan ini masih belum mencukupi. Mengikuti kutipan yang tertulis di awal, seharusnya kata interpretasi yang seharusnya lebih diberikan penekanan daripada kata “masa lalu”. Juga, ada satu poin yang hilang dalam pemaknaan Kuntowijoyo.

Sejarah adalah ilmu yang menekankan pemaknaan atas masa lalu. Kita tidak bisa kembali melihat masa lalu, menempatkannya dalam ruang kaca, mengamatinya dengan memberikan variabel kontrol, seperti memperlakukan tikus dalam ruang uji. Yang tersedia bagi kita untuk melihat masa lalu hanyalah jejak-jejak yang tercecer di berbagai tempat, yang tentu saja, tidak utuh.

Kita hanya bisa mengandalkan apa yang tersedia (atau lebih tepatnya, apa yang dapat kita kumpulkan) untuk mencapai masa lalu. Untuk membaca jejak-jejak yang tersedia, kita mengandalkan pikiran kita, menempatkan jejak-jejak tersebut dalam pikiran, membayangkan bagaimana wujud masa lalu dalam benak.

Dengan pandangan seperti ini, kita melakukan interpretasi, menghidupkan kembali masa lalu dalam benak. Dalam istilah yang digunakan R.G. Collingwood, kita melakukan proses re-enactment. Menyusun masa lalu, menurut E.H. Carr, seperti menyusun sebuah puzzle jigsaw. Berbeda dengan puzzle biasanya, kita tidak akan dapat mendapatkan gambaran utuh atas apa yang digambarkan puzzle tersebut.

Baca Juga  Membaca Sumber Sejarah

Karena ia hanya mengandalkan interpretasi atas data-data yang tidak pernah utuh, masa lalu yang kita bayangkan adalah sebuah tindakan aktif, sebuah cara untuk menghidupkan masa lalu. Tentu saja, karena kita melakukan tindakan tersebut pada masa kini, dan mengandalkan pikiran, segala pemikiran yang kita miliki pada masa kini mempengaruhi interpretasi kita atas masa lalu. Masa lalu yang kita bayangkan bukanlah masa lalu yang telah terjadi, tetapi sebuah proses masa kini dalam membayangkan sebuah hal pada masa lalu.

Saya pikir, akan lebih tepat untuk mengatakan bahwa sejarah adalah sebuah hal yang dilakukan manusia untuk membayangkan masa lalu dalam konteks masa kini. Apa yang kita hasilkan, baik ketika masih berupa pemikiran ataupun sebuah tulisan, adalah sebuah proses menghidupkan kembali masa lalu dalam kondisi kita saat ini.

Dengan kondisi seperti ini, sejarah yang kita tulis, tentu saja, adalah masa lalu dalam cara pandang masa kini. Ia adalah sebuah kisah tentang masa lalu, dan bukan kisah masa lalu. Sejarah yang kita hasilkan, pada akhirnya, adalah sebuah cara pandang kontemporer atas masa lalu, menjadi sebuah kisah yang hidup, dan bukanlah sebuah kronik, sebuah “sejarah yang mati.”

Ema Skye

Selamat Datang~

Miles Edgeworth

Bagaimana Sejarawan Bekerja?

3 thoughts on “Apa yang Dimaksud dengan Sejarah?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tag

Komentar Terbaru