Orang sukses dan maju

Alasan Utama Mengapa Orang Indonesia Masih Belum Maju

Apa alasan utama Indonesia hingga kini tidak dapat tampil sebagai bangsa yang maju? Menurut sebuah video yang diunggah kanal YouTube Inspect History, dikatakan bahwa kepercayaan masyarakat Indonesia akan mitos (baca: takhayul atau kekuatan supranatural) menjadi jawabannya. Rujukan utama yang dijadikan referensi oleh sang pengunggah video, adalah Tan Malaka.

Tan Malaka, yang terkenal dengan gagasan tentang logika mistika, kepercayaan akan kekuatan supranatural atau takhayul, menjadi tokoh awal yang mengungkapkan tentang kepercayaan masyarakat Indonesia akan mitos. Peneliti dan cendekiawan Indonesia meneruskan tesis Tan Malaka. Sebagai contoh, Mochtar Lubis menyatakan hal serupa ketika ia mengungkapkan sifat Manusia Indonesia pada 1970-an.

Dalam tulisan ini, saya tidak akan menggugat tentang siapa yang paling awal berbicara soal kepercayaan masyarakat Indonesia akan mitos. Hal yang lebih penting untuk dikupas adalah, apakah hal tersebut menjadi alasan tunggal mengapa Indonesia hingga kini tidak akan maju.

Jika kita merujuk mitos dalam pengertian media massa, seperti dalam Mythologies tulisan Roland Barthes, setiap manusia Indonesia tidak dapat menghindar dari mitos. Anda mungkin akan mengatakan bahwa mitos yang saya maksudkan adalah kepercaya akan dukun, jimat, dan hal-hal supranatural lainnya. Bukan, bukan itu.

Mitos yang saya maksudkan adalah hasil signifikasi berikutnya dari bahasa. Bahasa, yang tercipta dari pertemuan antara signified dan signifier (lihat Ferdinand de Saussure, Pengantar Linguistik Umum), kembali mengalami pertemuan antara signified dan signifier. Pertemuan kedua ini, menurut Barthes, menghasilkan mitos.

Contoh mudah dari hal ini, adalah bagaimana kita melihat perdebatan antara Indomie melawan Mi Sedaap. Perdebatan mereka digemakan oleh persaingan antara kedua pemilik produk, yang menyiarkan keunggulan produk mereka melalui segudang bahasa iklan melalui media massa. Ini menghasilkan dua kubu dalam sekte pecinta mi instan. Bagi pendukung Indomie, mi mereka adalah mi terbaik di Indonesia, sementara bagi pendukung Mi Sedaap, ia adalah produk mi terbaik di negeri ini.

Baca Juga  Enggal Nirwana Sejati dan Tiga Senjata Fauzan Wibowo Menipu Pionir Pi Network

Contoh lain, seperti yang pernah saya kupas di Monster Journal, adalah branding para peserta Clash of Champions oleh Ruangguru. Dengan mengemas para peserta menjadi simbol-simbol kecerdasan, seperti IPK tinggi, punya jurnal Scopus, dan kampus bergengsi, mereka berhasil meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa para peserta adalah dewa dalam wujud manusia. Mitos tersebut, lebih lanjut diolah Ruangguru untuk mempromosikan bisnis bimbingan belajar mereka.

Jika kita pada akhirnya tidak bisa berkelit dari mitos, apa yang dapat kita lakukan? Yang dapat kita lakukan adalah melihat mitos-mitos tersebut. kita perlu memberikan pendapat dan pandangan atas keberadaan. Dari hal ini, kita dapat belajar untuk melakukan identifikasi, dan mengulitinya sedikit demi sedikit.

Bagaimana cara untuk melakukan ini? Tentu, dengan belajar. Kita baru bisa melakukan identifikasi atas berbagai mitos yang kita temukan setelah melakukan pembacaan literatur, diskusi pengetahuan, atau sekadar melihat simbol-simbol yang melekat padanya. Belajar mampu memperluas wawasan kita akan suatu hal, termasuk dalam hal ini membantu kita menguliti sebuah mitos.

Singkatnya, bukan kepercayaan akan mitos yang menjadi dasar Indonesia hingga kini tidak berkembang. Penyebab yang lebih krusial adalah keengganan masyarakat Indonesia untuk bertanya dan melakukan penelusuran atas apa yang mereka temukan sehari-hari. Singkatnya, masyarakat Indonesia miskin akan filsafat (dan sejarah tentunya).

Oversimplified

Konten Sejarah di Ruang Publik Indonesia: Sebuah Catatan Awal

Meme Sejarah

Penyajian Sejarah Indonesia dalam Budaya Populer: Sebuah Tantangan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tag

Komentar Terbaru