Meme Sejarah

Penyajian Sejarah Indonesia dalam Budaya Populer: Sebuah Tantangan

Dalam sebuah obrolan di server Animanga Universal sekitar pertengahan 2021, saya dan beberapa anggota lain membicarakan tentang sejarah. Awalnya, seorang rekan membawa topik mengenai tulisan yang sedang saya kerjakan untuk Historia. Berikutnya, topik berubah menjadi pembahasan tentang Simo Hayha, seorang penembak jitu legendaris pada Perang Dunia II. Obrolan tentang Simo Hayha menjadi menarik, karena ia mengetahui tokoh tersebut melalui sebuah manga yang berjudul Reincarnation no Kaben.

Menurut penuturannya, plot Reincarnation no Kaben tersebut tentang reinkarnasi tokoh-tokoh historis masa silam dalam kehidupan sekarang. Orang yang menjadi reinkarnasi tokoh tersebut diberkahi kekuatan sesuai dengan pengalaman hidup sang tokoh sejarah.

Mendengar kisah tentang Reincarnation no Kaben dalam menggambarkan para tokoh sejarah, saya tertarik dan sekaligus bertanya, apakah tokoh sejarah Indonesia dapat digambarkan dalam ruang media populer seperti kisah Simo Hayha dalam Reincarnation no Kaben?

Menjawab pertanyaan tersebut, saya teringat ketika melihat pameran siswa sekolah menengah atas pada salah satu peringatan History Week di kampus. Salah satu peserta menyajikan materi tentang penyajian sejarah Majapahit melalui gim. Bagi saya, itu merupakan hal yang menarik, meski saya tidak sempat melihat pameran tersebut lebih jauh dan memainkan permainan tersebut. Juga, saya tidak mengetahui apakah permainan tersebut dikembangkan lebih lanjut, atau hanya dipamerkan dalam History Week saja.

Membayangkan penyajian sejarah dalam media populer, untuk kasus sejarah Indonesia, masih belum banyak dilakukan. Penyajian sejarah di negara ini masih didominasi konten tulis, yang cenderung disajikan kaku dan tidak mengalir. Tentu, ada media sejarah yang menyajikan tulisan dengan lebih menekankan aspek jurnalistik, seperti Historia. Namun, topik mereka masih sebatas topik sejarah naratif semata.

Baca Juga  Realita Masyarakat Indonesia akan Sejarah

Harus diakui, terdapat beberapa pembuat konten sejarah yang menyajikan sejarah dalam bentuk-bentuk new media, seperti infografis, audio visual, dan meme. Hanya saja, untuk penyajian konten, mereka masih disajikan secara sederhana. Juga, konten mereka masih sebatas menjawab 4W (what, when, who, dan where) semata, belum mendorong kemampuan kritis dan historis penikmat konten-konten mereka.

Menyajikan konten sejarah dalam media populer tidak hanya membutuhkan tampilan yang menyenangkan. Lebih dari itu, konten tersebut diharapkan dapat menggugah rasa haus penikmatnya akan sejarah, seperti yang diungkapkan Marc Bloch dalam buku The Feudal Society.

Meski begitu, kita perlu mengapresiasi, serta memberdayakan, para pembuat konten kesejarahan di negeri ini. Tanpa mereka, mungkin sejarah hanya akan dikenang sebagai sesuatu yang membosankan, tidak menarik, dan hanya berisi kisah masa silam yang lapuk semata.

Orang sukses dan maju

Alasan Utama Mengapa Orang Indonesia Masih Belum Maju

Protes LGBTQ di Kenya

Penyefong Western: Gagal Melawan Degenerasi, Malah Menjadi Pendekar Anti-woke

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tag

Komentar Terbaru